Stop Berpura-pura Bahagia! Cara Menghindari Toxic Positivity dan Belajar Menerima Diri
Kita semua pernah mengalaminya. Saat lagi down banget, tiba-tiba ada yang nyeletuk, "Ah, santai aja! Mikir positif!" Kedengarannya baik, kan? Tapi seringkali, kalimat-kalimat seperti itu justru bikin kita merasa lebih buruk. Itulah yang disebut toxic positivity, racun positif. Beda banget sama positif thinking yang sehat. Toxic positivity itu kayak plester yang dipaksa nempel di luka yang masih berdarah, tanpa peduli rasa sakitnya. Alih-alih menyembuhkan, malah bikin iritasi.
Toxic positivity adalah sikap yang memaksa kita untuk selalu berpikir dan bertindak positif, bahkan ketika kita sedang mengalami emosi negatif yang valid. Ini bukan tentang menghindari emosi negatif, melainkan tentang menolak untuk mengakui dan memprosesnya. Kita dipaksa untuk menyembunyikan perasaan sedih, marah, kecewa, atau takut di balik topeng senyum palsu. Akibatnya? Perasaan-perasaan itu terpendam, dan bisa meledak kapan saja.
Bayangkan kamu lagi patah hati. Temanmu malah bilang, "Eh, udahlah, ada banyak ikan di laut! Pasti ada yang lebih baik!" Kata-kata itu mungkin bertujuan untuk menghibur, tapi malah terasa nggak empati. Kamu butuh dukungan, bukannya disuruh melupakan perasaanmu begitu saja. Toxic positivity nggak menghargai proses berduka dan penyembuhan.
Nah, bagaimana kita bisa menghindari jebakan toxic positivity ini dan belajar menerima diri sendiri sepenuhnya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya? Berikut beberapa langkah yang bisa kamu coba:
1 Kenali Emosimu Sendiri
Langkah pertama dan terpenting adalah menyadari dan menerima segala macam emosi yang kamu rasakan. Jangan pernah menilai emosimu sebagai "baik" atau "buruk". Sedih, marah, kecewa, takut, itu semua adalah emosi manusia yang normal dan wajar. Jangan pernah merasa bersalah atau malu karena merasakan emosi-emosi tersebut. Coba tulis di jurnal atau bicarakan dengan orang terdekat yang kamu percayai. Mengerti emosimu adalah kunci untuk bisa mengelola dan melepaskannya dengan sehat.
2 Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Media sosial seringkali menjadi sumber toxic positivity yang besar. Kita terus-menerus dibombardir dengan gambar-gambar kehidupan orang lain yang terlihat sempurna. Mereka liburan ke luar negeri, punya pekerjaan impian, dan hubungan yang harmonis. Kita kemudian membandingkan diri dengan mereka dan merasa kurang. Padahal, yang kita lihat hanyalah sebagian kecil dari hidup mereka. Kita nggak tahu perjuangan dan kesulitan yang mereka lalui. Berhentilah membandingkan dirimu dengan orang lain. Fokuslah pada perjalanan dan pencapaianmu sendiri. Ingat, setiap orang punya jalan hidup yang berbeda.
3 Berlatih Self Compassion
Self compassion, atau belas kasih diri, adalah kemampuan untuk bersikap baik dan pengertian terhadap diri sendiri, terutama saat kita merasa gagal atau membuat kesalahan. Bayangkan kamu sedang menghibur teman yang sedang bersedih. Apa yang akan kamu katakan? Cobalah untuk memberikan kata-kata penghiburan yang sama kepada dirimu sendiri. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Semua orang membuat kesalahan. Yang penting adalah belajar dari kesalahan tersebut dan terus maju.
4 Terima Kekuranganmu
Kita semua punya kekurangan. Jangan pernah mencoba untuk menjadi sempurna. Kesempurnaan itu mitos. Menerima kekuranganmu adalah bagian penting dari mencintai diri sendiri. Sadarilah bahwa kekuranganmu juga membuatmu unik dan berharga. Jangan biarkan kekuranganmu menghalangimu untuk mencapai tujuanmu. Justru, jadikanlah kekuranganmu sebagai motivasi untuk berkembang dan belajar.
5 Bicarakan Perasaanmu dengan Orang Terdekat
Jangan memendam perasaanmu sendirian. Bicara dengan orang-orang terdekat yang kamu percayai. Keluarga, teman, pasangan, atau terapis, bisa menjadi tempatmu untuk mengekspresikan emosi dan mendapatkan dukungan. Berbagi perasaanmu bisa membantumu merasa lebih lega dan mengurangi beban di pikiranmu. Pilih orang yang bisa mendengarkanmu dengan empati dan tanpa menghakimi.
6 Batasi Paparan Media Sosial yang Negatif
Media sosial bisa menjadi sumber toxic positivity yang besar. Jika kamu merasa media sosial membuatmu merasa tidak cukup baik, batasi penggunaanmu. Unfollow akun-akun yang membuatmu merasa iri atau insecure. Fokuslah pada konten-konten yang positif dan inspiratif, tapi ingat, jangan sampai terjebak dalam realita yang diedit dan dipoles.
7 Cari Aktivitas yang Menyenangkan dan Memberikan Manfaat
Lakukan hal-hal yang kamu sukai dan membuatmu merasa bahagia. Bisa berupa olahraga, membaca, melukis, mendengarkan musik, atau menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kamu sayangi. Aktivitas-aktivitas ini bisa membantumu untuk mengurangi stres dan meningkatkan mood. Carilah aktivitas yang juga memberikan manfaat bagi kesehatan mental dan fisikmu.
8 Berlatih Mindfulness
Mindfulness adalah kemampuan untuk hadir sepenuhnya di saat ini. Dengan berlatih mindfulness, kamu bisa lebih menyadari pikiran dan perasaanmu tanpa menghakiminya. Ini membantumu untuk menerima emosi negatif tanpa terbawa arus. Ada banyak teknik mindfulness yang bisa kamu coba, seperti meditasi, yoga, atau hanya sekadar memperhatikan napasmu.
Jika kamu merasa kesulitan untuk mengatasi emosi negatifmu sendiri, jangan ragu untuk meminta bantuan profesional. Terapis atau konselor bisa membantumu untuk memproses emosi, mengatasi masalah, dan mengembangkan strategi coping yang sehat. Meminta bantuan bukan berarti kamu lemah, melainkan berarti kamu peduli dengan kesehatan mentalmu.
10 Ingat Bahwa Perasaan Negatif Itu Normal
Ini mungkin poin yang paling penting. Perasaan negatif adalah bagian alami dari kehidupan. Kita semua akan mengalami masa-masa sulit, kecewa, dan sedih. Itu bukan berarti kita gagal atau ada yang salah dengan kita. Menerima bahwa perasaan negatif adalah bagian dari pengalaman manusia adalah langkah pertama untuk melepaskan diri dari jerat toxic positivity.
11 Ganti Kata-Kata Negatif dengan yang Lebih Netral
Alih-alih berkata "Aku gagal", coba ubah menjadi "Aku belum berhasil". Kata-kata seperti "Aku bodoh" bisa diganti dengan "Aku perlu belajar lebih banyak". Perubahan kecil ini bisa membuat perbedaan besar dalam cara kita memandang diri sendiri dan situasi yang kita hadapi.
12 Rayakan Keberhasilan Kecil
Jangan hanya fokus pada tujuan besar. Rayakan juga keberhasilan kecil yang kamu capai. Setiap langkah maju, sekecil apapun, patut dihargai. Ini akan membantumu untuk tetap termotivasi dan meningkatkan rasa percaya diri.
13 Berikan Dirimu Waktu
Proses menerima diri sendiri dan melepaskan toxic positivity butuh waktu. Jangan berharap bisa berubah dalam semalam. Bersikaplah sabar dan pengertian terhadap diri sendiri. Rayakan setiap kemajuan yang kamu buat, sekecil apapun.
14 Kelilingi Dirimu dengan Orang-Orang yang Supportive
Carilah teman dan keluarga yang mendukungmu dan menerimamu apa adanya. Hindari orang-orang yang selalu mengkritik atau menjatuhkanmu. Lingkungan yang suportif sangat penting untuk kesehatan mentalmu.
15 Fokus pada Hal-Hal yang Bisa Kamu Kontrol
Jangan buang energi untuk memikirkan hal-hal yang di luar kendalimu. Fokuslah pada hal-hal yang bisa kamu kontrol dan ubah. Ini akan membantumu merasa lebih berdaya dan mengurangi stres.
16 Jadilah Sahabat Terbaik untuk Diri Sendiri
Akhirnya, jadilah sahabat terbaik untuk diri sendiri. Perlakukan dirimu dengan kasih sayang, pengertian, dan dukungan yang sama seperti yang kamu berikan kepada sahabatmu. Ingatlah bahwa kamu berharga dan layak untuk dicintai dan dihargai, apa adanya.
Membebaskan diri dari jeratan toxic positivity dan belajar menerima diri sendiri adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir. Ada kalanya kamu akan jatuh dan merasa kesulitan. Tapi ingatlah, kamu tidak sendiri. Dengan langkah-langkah di atas, dan dengan kesabaran dan ketekunan, kamu bisa menciptakan kehidupan yang lebih sehat, bahagia, dan autentik. Jangan pernah takut untuk menjadi dirimu sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Karena di sanalah kekuatan dan keindahanmu sesungguhnya berada.